Dengan memahami akar dan asal usul Bhinneka Tunggal Ika, hal ini menunjukkan bahwa frasa atau semboyan ini memiliki makna khusus yang merupakan karakter yang mencerminkan identitas bangsa. Hal ini mencerminkan betapa banyaknya budaya yang ada di negara Indonesia, namun pada akhirnya semuanya berpadu menjadi satu kesatuan yang indah. Dengan lebih dari 17.000 pulau, berbagai macam suku, budaya dan agama, semboyan ini menjelaskan kepada masyarakat bahwa persatuan bukanlah ancaman bagi keberagaman, namun justru menjadi kekuatan yang sangat membantu dalam pembangunan bangsa.
Menelusuri Asal Usul “Bhinneka Tunggal Ika”
Slogan “Bhinneka Tunggal Ika” atau “Bhinneka Tunggal Ika” yang telah diadopsi sebagai semboyan nasional Indonesia memiliki arti yang sangat mendalam baik dari segi bahasa, filosofi, maupun sejarah. Dalam bahasa Jawa Kuno, kata “Bhinneka” terdiri dari “bhinna” yang berarti berbeda atau bermacam-macam dan “ika” yang berarti berbeda-beda. Secara sederhana, “Bhinneka” dapat diartikan sebagai keadaan “berbeda-beda”. Serupa dengan itu, “Tunggal” dalam bahasa Indonesia berarti “satu” yang mengacu pada keesaan atau kesatuan. Jika dihubungkan, “Bhinneka Tunggal Ika” dalam kalimat lengkap menggambarkan, secara harfiah, fenomena ini sebagai “berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Kebenaran di balik kata-kata yang dinyatakan dalam artikel ini jauh lebih dalam daripada arti harfiahnya. “Bhinneka” berarti keragaman masyarakat, termasuk di dalamnya adalah suku bangsa, budaya, agama, bahasa, dan adat istiadat yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Keragaman masyarakat ini tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Majapahit pada zaman dahulu, tetapi juga memberikan gambaran situasi sosial-politik di Indonesia saat ini. Sementara itu, kata “Tunggal” menekankan gagasan bahwa meskipun ada perbedaan-perbedaan ini, persatuan adalah hal yang sangat penting. Ika, sebagai penghubung, menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan tersebut bukan untuk dihindari, melainkan untuk dihargai sebagai bagian dari keseluruhan.
Menemukan dan memahami esensi dari “Bhinneka Tunggal Ika” sebenarnya mengarah pada nilai kehidupan yang sangat diperlukan di Nusantara. Keberagaman yang ada di wilayah ini, baik secara geografis maupun etnis, menciptakan rintangan tersendiri dalam upaya mencapai persatuan. Kami muncul dari sikap dan lokasi di mana pemerintah mendorong kita untuk memperlakukan keragaman, bukan sebagai kelemahan atau ancaman, tetapi sebagai sumber daya yang berguna untuk memperkaya dan membentengi bangsa. Pernyataan di atas mendorong masyarakat untuk menerima perbedaan dalam masyarakat sebagai sesuatu yang positif dan tetap hidup dalam satu kesatuan yang damai.
Asal-Usul Sejarah Frasa Bhinneka Tunggal Ika
Semboyan ini berakar dari Kitab Sutasoma yang merupakan karya sastra epik Mpu Tantular yang ditulis pada abad ke-14 di Kerajaan Moja Pahit. Dalam kitab tersebut, frasa ini digunakan untuk menciptakan konsep “Bhinneka Tunggal Ika” dimana umat Hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai pada saat itu. Dalam salah satu bait dari kitab ini, Mpu Tantular mencatat bahwa meskipun agama Hindu dan Buddha berbeda satu sama lain, namun keduanya merupakan dua sisi dari kebenaran yang sama. Pandangan ini memperluas penerimaan ‘Bhinneka Tunggal Ika’, sebuah paham keagamaan yang ironisnya banyak ditemukan di masyarakat.
“Bhinneka Tunggal Ika” Mpu Tantular dalam konteks ini menyangkut lebih dari sekedar soal agama. Hal ini mencakup dalam perspektif yang lebih luas, yaitu sosial dan politik pada masa Majapahit yang merupakan negara multikultural dengan berbagai macam etnis, agama, dan bahasa. Dengan demikian, pengelolaan keberagaman yang dimiliki oleh kerajaan Majapahit merupakan kelebihan yang dimiliki oleh kerajaan Majapahit, dan substansi dari frasa tersebut adalah alasan mengapa cita-cita negara Majapahit yang bijaksana mampu menahan benturan sosial di antara perbedaan.
Relevansi Bahasa dan Filosofi dalam Konteks Modern
“Bhinneka Tunggal Ika” dijadikan sebagai moto nasional karena kegunaannya dalam masyarakat Indonesia modern. Fakta bahwa kepulauan Indonesia mencakup lebih dari 300 etnis, dengan bahasa, budaya, dan agama yang berbeda, menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu wilayah yang paling beragam di dunia. Untuk menjaga persatuan di tengah keragaman tersebut, semboyan ini menjadi salah satu prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap warga negara dalam mengupayakan hidup berdampingan secara damai di negara ini.
Secara praktis, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang dipraktekkan dalam bahasa negara juga berdampak pada Politika Pancasila, terutama pada Sila Ketiga “Persatuan Indonesia”. Nilai-nilai integrasi nasional yang tersirat dalam bentuk kata ini selaras dengan tujuan pemerintah dan warga negara untuk menjaga keutuhan bangsa di tengah berbagai tantangan perbedaan individu dan kelompok dalam agama, politik, dan kehidupan sosial.
Demikian pula, dalam aspek hukum dan konstitusional Indonesia, “Bhinneka Tunggal Ika” merupakan cerminan dari kebijakan dan undang-undang yang berusaha melindungi hak-hak setiap warga negara tanpa memandang ras, agama, dan etnis mereka. Kerangka hukum di Indonesia bersifat politis, dan memberikan dukungan terhadap perbedaan-perbedaan di antara penduduk sehingga semua individu memiliki hak yang sama, dan perbedaan-perbedaan ini tidak akan memicu konflik tetapi justru menciptakan keragaman bagi bangsa.
Mengapa Semboyan Ini Begitu Penting bagi Identitas Nasional?
Bhinneka Tunggal Ika, yang secara umum diterjemahkan sebagai ‘kesatuan dalam keragaman’, memiliki makna filosofis yang lebih dalam dan relevan dengan identitas nasional Indonesia. Dalam kasus masyarakat Indonesia yang terkenal dengan beragam perbedaan etnis, agama, ras, dan budaya, semboyan ini menjadi salah satu pilar utama dalam pengembangan perasaan kesatuan dan kesadaran nasional.
Indonesia adalah apa yang kita sebut sebagai masyarakat multikultural. Lebih dari 1.300 kelompok etnis, 700 bahasa lokal, dan berbagai agama serta kepercayaan, menjadikan Indonesia sebagai negara yang paling beragam di dunia. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika menghargai fakta keberagaman bukan sebagai faktor yang berdampak pada perpecahan, namun justru memotivasi aspek penyatuan.
Gambaran sejarah bangsa Indonesia menunjukkan bahwa perbedaan merupakan salah satu faktor utama yang menjadi penyebab konflik baik di masa penjajahan maupun saat ini di negara pascakemerdekaan. Munculnya konflik horizontal yang mengarah pada disintegrasi dan perpecahan ketiga ancaman tersebut menjadi ancaman nyata bagi keutuhan dan stabilitas nasional. Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan persatuan juga mengingatkan masyarakat Indonesia bahwa identitas nasional tidak dapat diikatkan pada satu etnis atau agama saja, tetapi merupakan integrasi dari berbagai unsur.
Selain menjaga persatuan, Bhinneka Tunggal Ika juga menjadi landasan bagi upaya membangun tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang inklusif. Identitas nasional yang berakar pada keberagaman mendorong kebijakan yang merespon kepentingan berbagai kelompok masyarakat. Dalam konteks pembangunan, slogan ini menyatakan bahwa pembangunan yang tangguh hanya dapat dicapai jika semua segmen masyarakat dilibatkan tanpa memandang keragaman mereka.
Slogan ini juga mencakup, antara lain, sentimen sosial yang merupakan prasyarat dalam pengembangan hubungan sosial yang sempurna. Dengan menjunjung tinggi prinsip Bhinneka Tunggal Ika, masyarakat diajak untuk saling menghormati, menghargai, atau menerima apa pun perbedaan yang ada di sekitarnya.
Sejarah Perumusan Bhinneka Tunggal Ika
Mpu Tantular: Sosok di Balik Frasa Bhinneka Tunggal Ika
Mpu Tanthular adalah pemain kunci dalam sejarah budaya dan sastra Nusantara. Beliau adalah pujangga besar pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit di abad ke-14, dan terlibat secara mendalam dalam penyusunan gagasan-gagasan tentang keberagaman yang bertahan hingga saat ini. Diotomatisasi yang paling menonjol dalam praktik moral yang mungkin merupakan sumbangsihnya yang paling abadi adalah “Bhinneka Tunggal Ika,” sebuah frasa yang telah dibuat dalam karya sastranya, Sutasoma. Dalam hal ini, Mpu Tantular tidak hanya membuat sebuah slogan yang populer, namun juga memberikan sebuah slogan populer yang mengandung banyak hal yang merupakan esensi dari gagasan persatuan dalam keberagaman di Indonesia.
Frasa “Bhinneka Tunggal Ika” dan asosiasinya dengan persatuan dalam keberagaman masyarakat Indonesia benar-benar menangkap maksud dan penggunaannya. Frasa Signifikan Bangunan itu Tiba-tiba muncul dalam Kitab Hakar Sutrajati adalah seorang penyair mahakarya pusakasuami. Kitab ini tidak hanya berfungsi sebagai sebuah karya sastra yang indah dan bernilai tinggi, tetapi juga mengandung ajaran aksara dan etika yang dalam. Mpu Tantular dalam sutasoma mengisahkan tentang seorang pangeran bernama sutasoma yang meninggalkan kehidupan mulianya untuk mencari Tuhan. Dalam perjalanannya, ia menghadapi banyak konflik, yang menggambarkan pertarungan antara kehidupan dan kebaikan serta kehidupan yang harmonis dan damai di tengah keragaman.
Salah satu contoh sastra yang paling menonjol di dalam Kitab Sutasoma adalah yang berbunyi:
“Bhinneka tunggal ika, tan hana dharma mangrwa”
Terjemahan bahasa Inggris dari ayat ini adalah sebagai berikut:
“Unity in diversity, there is no confusion in the truth.”
Berdasarkan pepatah ini, Mpu Tantular bermaksud menyampaikan bahwa kedua agama ini, meskipun berbeda satu sama lain di permukaan, namun pada intinya, keduanya mengajarkan hal yang sama. Di wilayah Majapahit, di mana masyarakatnya menganut begitu banyak agama, doktrin ini sangat bermanfaat dalam mempromosikan perdamaian dan saling pengertian. Bagi Mpu Tantular, misalnya, perbedaan agama dan pandangan keagamaan seharusnya tidak menyebabkan perpecahan, melainkan menjadi kekuatan harmoni dalam keberagaman.
Kitab Sutasoma: Karya Sastra yang Melahirkan Semboyan Kebangsaan
Kitab Sutasoma adalah sebuah karya sastra monumental dari masa Kerajaan Majapahit yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad ke-14. Karya ini tidak hanya dikenal sebagai salah satu mahakarya sastra Jawa Kuno, tetapi juga sebagai sumber semboyan kebangsaan Indonesia, “Bhinneka Tunggal Ika,” yang menggambarkan persatuan dalam keragaman. Kitab ini berfungsi sebagai penghubung antara dunia spiritual, kebudayaan, dan politik pada masanya, serta meninggalkan warisan abadi yang relevan hingga hari ini.
Kitab Sutasoma adalah teks berbentuk kakawin (puisi epik) yang berisi tentang nilai-nilai kebajikan, persatuan, dan kemanusiaan. Mpu Tantular menulis kitab ini dengan penuh kebijaksanaan untuk menyampaikan pesan-pesan toleransi dan keharmonisan, terutama dalam hal keberagaman agama. Dalam sejarah sastra Nusantara, Sutasoma dianggap sebagai salah satu karya yang paling penting karena isinya yang kaya akan nilai-nilai filosofis dan ajaran moral.
Kalimat “Bhinneka Tunggal Ika” dalam Kitab Sutasoma tercantum dalam sebuah syair yang secara lengkap berbunyi:
“Rwâneka dhâtu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.”
Arti dari syair ini adalah: “Konon Buddha dan Siwa adalah dua substansi yang berbeda. Namun, kebenaran itu tunggal. Tidak ada dualitas dalam kebenaran.” Mpu Tantular menggunakan simbol Buddha dan Siwa sebagai representasi dua ajaran yang tampak berbeda secara lahiriah, tetapi esensinya adalah satu, yakni pencarian kebenaran universal. Melalui pesan ini, Mpu Tantular mengajarkan kepada masyarakat bahwa perbedaan agama dan kepercayaan seharusnya tidak menjadi penghalang untuk hidup berdampingan secara damai.
Filosofi yang terkandung dalam frasa ini sangat relevan pada masa Majapahit, di mana kerajaan ini merupakan pusat kekuasaan yang memayungi beragam suku, agama, dan budaya dari berbagai wilayah di Nusantara. Majapahit adalah kerajaan multikultural, dan semboyan ini mencerminkan semangat toleransi yang menjadi fondasi kekuatan politik dan sosial kerajaan tersebut. Demikian pembahasan artikel mengenai mengenal asal usul Bhinneka Tunggal Ika. Semoga artikel tersebut dapat bermanfaat untuk anda.Bimbingan Les Privat Edumaster dirancang khusus untuk membantu anak mencapai prestasi akademis yang lebih baik, dengan pendekatan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kecepatan belajar siswa. Dapatkan bimbingan berkualitas dari pengajar profesional yang siap mendampingi setiap langkah belajar anak!